Laman

Rabu, 22 September 2010

Target Kematian Ibu

Angka Target Kematian Ibu Sulit Tercapai
Target untuk tingkat kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup pada sasaran kelima Tujuan Pembangunan Milenium sulit tercapai. Bukan hanya itu, pada permasalahan kematian ibu, persoalan data masih lemah karena data yang ada terkadang berbeda-beda dan tidak akurat. Tanpa data yang benar, pengawasan terhadap jalannya program pemerintah pun sulit dilakukan.
Hal itu diungkapkan pengamat kesehatan, pendiri Yayasan Kesehatan Perempuan, mantan Ketua Ikatan Dokter Indonesia Kartono Mohamad, dan pengamat kesehatan Marius Widjajarta. Mereka diminta tanggapannya atas laporan pencapaian target pada sasaran Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) pada Selasa (21/9) di Jakarta.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Armida Alisjahbana menyebutkan target tersebut masuk kategori ”target yang masih memerlukan upaya keras untuk pencapaiannya” dalam surat elektronik kepada Kompas.
”Dalam konteks pencapaian MDGs 2015, target penurunan angka kematian ibu sulit tercapai,” ujar Kartono.
Dia mengatakan, deteksi dini kehamilan sangat penting karena penanganan akan tidak terlambat dan kehamilan bermasalah diketahui di awal sehingga persalinan dapat dipersiapkan dengan baik. ”Deteksi dini yang justru akan mampu menurunkan angka kematian ibu secara signifikan,” kata Kartono.
Marius mengatakan, peningkatan pengawasan antara lain bisa dilakukan dengan kunjungan secara teratur tenaga kesehatan setiap minggu ke daerah-daerah. Melihat kondisi geografis seperti di Papua, serta kondisi keterbatasan fasilitas dan tenaga kesehatan, ia menegaskan, amat dibutuhkan inovasi di lapangan untuk penanganan masalah itu.
Selain itu, payung hukum untuk implementasi program amat perlu. Jangan sampai terjadi seperti Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang mewajibkan 32 peraturan pemerintah pada 13 Oktober 2010, tetapi sejauh ini belum ada satu pun yang terbit.
Persoalan kultur
Sri Budiati, bidan Puskesmas Desa Wedhi, Klaten, Jawa Tengah, menyimpulkan, kultur dan tradisi masih sangat berpengaruh di daerah-daerah. ”Masih sulit mengarahkan masyarakat lepas dari tradisi dan mitos turun-temurun yang mereka percaya, padahal sebenarnya tidak benar,” ujar Sri. Menurut Sri, keputusan memilih melahirkan di mana dan ditangani siapa sering kali berada di tangan suami dan keluarga.
Budihardja Singgih, Direktur Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan, mengamati, ”Kematian ibu dan anak merupakan masalah kecepatan penanganan. Jika hendak melahirkan, tetapi ternyata rumah sakit tidak ada darah atau tidak siap, akhirnya ibu meninggal,” ujarnya.
Persoalan lainnya terkait infrastruktur kesehatan dan tenaga kesehatan, terutama penyebaran bidan di desa dan seluruh penjuru wilayah.
Secara nasional persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan sudah 83 persen dibandingkan dengan tahun 1990-an yang hanya 40 persen. Namun, masih terdapat daerah dengan persentase yang rendah sekali.
Penyebab utama terkait kehamilan dan persalinan ialah perdarahan (28 persen). Berdasarkan data Ikatan Bidan Indonesia, jumlah bidan lebih dari 83.000 orang, sedangkan jumlah desa sekitar 71.000 desa. Namun, penyebarannya tidak merata. Masih banyak persalinan ditolong oleh dukun.

Baca Juga Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar